Kamis, 21 November 2013
INI DIA KEBUDAYAAN TERSEMBUNYI KITA...
Di mulai dengan mengetahui apa itu sebuah budaya atau kebudayaan,Budaya atau kebudayaan yaitu berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
“Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.”
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.
Tidak terkecuali budaya yang ada di Indonesia yang merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam dan budaya-budaya.Banyak budaya-budaya Indonesia yang sampai sekarang pun masih di lestarikan oleh masyarakat yang di jadikan sebagai warisan para leluhur Indonesia.Salah satunya budaya tenun sarung yang terkenal atau di budidayakan di daerah SAMARINDA,PAPUA BARAT,SUMBAWA.Kemudian jenis-jenis rumah adat di berbagai daerah seperti MAKASSAR : BALLA' LOMPOA,KALIMANTAN BARAT : RUMAH PANJANG,BALI : GAPURA CANDI BENTAR
Lalu bagaimana dengan suku-suku yang hampir punah yang ada di Indonesia seperti suku DAYAK ABAL yaitu : Suku Abal atau Dayak Abal adalah sub-suku Dayak yang berdiam di Desa Halong Dalam, Desa Aong (Kaong?), dan Desa Suput. Ketiga desa ini merupakan bagian wilayah administratif Kecamatan Haruai, Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan Haruai yang luasnya 861,27 km2 pada tahun 1990 berpenduduk 21.948 jiwa, namun tidak tersedia data jumlah orang Dayak Abal di antara jumlah tersebut. Orang Abal ini mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Abal. Antara sesamanya mereka menggunakan bahasa Abal sebagai bahasa ibu, namun dengan orang luar misalnya dengan orang Banjar, atau Dayak Maanyan, Dayak Dusun Deyah yang penduduk asal di kabupaten ini, mereka menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa pengantar. Pengaruh orang Banjar menyebabkan mereka telah lama memeluk agama Islam, dan asimilasi dengan orang Banjar ini terjadi sedemikian rupa sehingga budaya lama mereka sendiri sudah hampir-hampir punah. Seperti penduduk Kabupaten Tabalong umumnya, mereka hidup dari sektor pertanian dan hasil hutan.
SUKU DAYAK BERANGAS/BARANGAS adalah salah satu sub etnis Dayak Ngaju yang beragama Islam yang mendiami di bagian hilir sungai Barito, terutama sebagai pusatnya di Berangas, kabupaten Barito Kuala, provinsi Kalimantan Selatan.[1] Secara resmi tidak ada nama suku ini di dalam sensus tahun 2000 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Suku Dayak Berangas/Barangas dapat digolongkan sebagai bagian dari suku Dayak Ngaju Bakumpai jika ditinjau dari segi asal usul dan kemiripan bahasanya. Namun pada kenyataannya bahasa Berangas sudah dinyatakan dpunah[2] dan suku yang mengalami kepunahan bahasanya ini sedang dalam proses Banjarisasi (amalgamasi dengan salah satu sub suku Banjar yaitu Banjar Kuala - orang Banjar yang tinggal di sekitar Banjarmasin)
Lebih luas yaitu suku Dayak yang merupakan suku asli dari kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di daerah pedalaman seperti digunung dan sebagainya.kata dayak sebenarnya diberikan oleh orang mmelayu yang datang ke kalimantan.semboyan orang dayak adalah “menteng ueh mamut” ,yang artinya seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani , serta tidak mengenal menyerah atau pantang mundur.
Pada tahun 1977-1978 saat itu benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang menyatu yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, suku Dayak hidup terpencar-pencar diseluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama,mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku yang brebeda-beda.
suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).
Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).
CARA BERBURU ALA SUKU DAYAK
PENIRUAN BUNYI HEWAN
Adat istiadat Suku Dayak selalu terkait dengan ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya. Terutama dalam hal mencari makanan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan perburuan bisa persediaan makanan masih banyak. Mereka hanya akan berburu selepas musim panen dan jika akan melaksanakan upacara tradisi atau pesta.
Suku Dayak menjalani hidupnya dengan cara mendiami merambah hutan-hutan yang lebat. Untuk mendapat daging, mereka suka berburu. Karena telah terlatih secara turun-temurun, mereka mempunyai cara unik dalam berburu binatang. Sehingga mereka tidak perlu mencari binatang buruannya, melainkan binatang buruan yang mereka inginkan datang dengan sendirinya.
Suku Dayak memiliki keahlian khusus untuk memanggil binatang yang diinginkannya untuk datang mendekati mereka. Caranya tergantung dari binatang apa yang mereka buru.
Jika berburu rusa mereka akan menggunakan sejenis daun serai yang dilipat melintang dan ditiup untuk menirukan suara anak rusa. Hasil tiupannya akan muncul suara seperti suara anak rusa. Secara insting seekor rusa akan mendatangi suara ini, karena mengira anaknya membutuhkan pertolongan.
Jika yang diburu adalah Celeng atau Babi hutan yang suka sekali diambil kutunya oleh Beruk (monyet besar), maka si pemburu akan menepuk pantat mereka berulang kali sehingga muncul suara seperti Beruk menepuk badannya. Atau menangkap beruk lalu ditepuk tubuhnya agar mau mengeluarkan suaranya untuk memanggil celeng.
Suku Dayak hanya menggunakan tombak atau sumpit yang dalam bahasa dayak disebut sipet sebagai alat berburu. Bagi suku Dayak, sumpit merupakan senjata berburu yang paling efektif. Dengan bahan dari kayu, senjata sumpit bisa tersamar di antara pepohonan. Sumpit juga tidak mengeluarkan bunyi ledakan seperti senapan, sehingga binatang buruan tidak bakal lari. Selain itu, dari jarak sekitar 200 meter, anak sumpit masih efektif merobohkan hewan buruan.
Karena sumpit mereka panjang, biasanya sumpit tersebut bisa juga digunakan sebagai tombak. Jarum sumpit yang digunakan berburu diolesi dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan. Mereka juga membawa anjing peliharaan karena anjing mempunyai penciuman yang tajam dan berfungsi untuk mengejar binatang buruan yang lari setelah terkena racun sumpit.
Mereka juga menghitung waktu dan arah angin selama berburu. Perhitungan waktu berkaitan dengan aktivitas binatang buruan sementara arah angin untuk membantu mereka menentukan posisi untuk menyembunyikan diri. Kewaspadaan binatang buruan saat mendekati sumber bunyi yang ditirukan para pemburu, sangat dipengaruhi oleh bau asing yang dibawa angin.
Meski mereka memiliki keahlian khusus dalam berburu, hal yang bisa diambil dari kehidupan suku Dayak adalah kearifan tradisional sangat melekat. Yakni tetap memerhatikan keselarasan dan keseimbangan alam alam beserta sirkulasi rantai makanan. Sehingga mereka hanya berburu pada saat-saat tertentu ketika persediaan lauk mereka sudah mulai menipis atau mereka akan mengadakan pesta.
Suku Dayak sangat menghormati alam. Karena bagi mereka alam memberikan mereka semua kebutuhan yang mereka perlukan tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan mengelolanya. Maka mereka tidak pernah menjual daging hewan buruan mereka. Setaip hewan buruan yang mereka dapatkan akan segera dibagi sesuai kebutuhan orang-orang yang turut berburu. Karena pelaksanaan berburu mereka secara berkelompok
.
SENI TARI SUKU DAYAK
Yaitu tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan.dan tari balean dadas yang merupakan sebagai permohonan kesembuhan dari sakit
RUMAH ADAT SUKU DAYAK
Yaitu rumah betang yang biasanya di huni oleh 20 kepala keluarga.Rumah betang terdiri atas kamar perang,kamar gadis,kamar upacara adat,kamar agama dan kamar tamu.
AGAMA ASLI DAYAK
Sebuah situs keramat yang disebut Pamadol, merupakan tempat pemujaan agama asli Dayak Kodatn yang ada di Desa Sanjan
Berbicara tentang kepercayaan yang di anut oleh suku dayak,terlebih dahulu kita mengenal istilah agama adat yaitu bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada pada suatu sub-suku Dayak; kerohanian khas; berasal dari antara mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi atau meniru dari komunitas ataupun orang lain. Di dalam Agama Adat ada kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa, yang disembahnya itu. Berbagai sub-suku Dayak memberikan nama bagi Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kuasa dan kekuatan itu dalam bahasanya masing-masing, misalnya Jubata di Dayak Kanayatn, Petara di Dayak Mualang dan Dayak Desa, Duataq di Dayak Jalai-Kendawangan, Duato di Dayak Pesaguan, Duata di Dayak Krio, Tapang di Dayak Kayaan, Alatala di Dayak Taman, Penompa Petara di Dayak Jangkang, Ponompa di Dayak Pompakng.
Di dalam masyarakat adat Dayak, Agama Adat berada dan dilaksanakan dalam tatanan adat dan tradisi. Agama Adat dalam budaya Dayak secara lahiriah akan nampak ketika masyarakat adat melaksanakan upacara adat. Agama Adat merupakan salah satu unsur kebudayaan Dayak yang keberadaannya hadir diekspresikan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk ritual adat pada sub-suku Dayak. Ritual Agama Adat berlangsung dalam berbagai bentuk upacara adat yang secara lahiriah menampakan diri dalam berbagai upacara adat atau ritual adat, seperti ritual adat : Kematian (Arwah), Perladangan, Pesta Tahunan, Menolak Bencana, Perkawinan, Syukur, Panen Buah, Menjaga Keseimbangan Alam dan bahkan Pengobatan.
Di dalam Agama Adat Dayak, terdapat unsur-unsur utama, yaitu :
1. Kepercayaan : kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi yang disembahnya itu.
2. Ritual atau upacara diadakan menyangkut : tujuan yaitu untuk apa diadakan, tempat upacara diadakan, peralatan atau benda-benda upacara, orang yang memimpin dan yang melakukan upacara.
3. Doa, Mantera
4. Tokoh / Imam
5. Pantang, Larangan dan Puasa
6. Peralatan dan Simbol : seperangkat peralatan yang dianggap suci dalam bentuk simbol.
Bagi Agama Adat, ketika upacara ritual diadakan maka secara khusus mengandung emosi khusuk yang dieksperesikan oleh para pesertanya. Suasana emosi kejiwaan seperti ini terbangun sangat tergantung dari berbagai aspek yang ada dan berhubungan dengan ritual saat dilangsungkan, yaitu : Tempat upacara dilakukan; Ketika atau Saat-saat upacara dijalankan; Benda-benda dan alat-alat upacara; dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Pelaksanaan Upacara Ritual itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:
1. Persembahan, kurban : berbagai macam persembahan baik bentuk dan jenis serta jumlahnya ditentukan oleh jenis dan tujuan upaca ritual yang diadakan.
2. Puasa, pantang : ada yang diberlakukan sebelum upacara, pada saat upacara ataupun setelah upacara. Adapun lama waktu yang harus dijalani untuk melaksanakan pantang sangat tergantung pada tujuan dari upacara dilakukan. Bahkan siapa saja yang dikenai ketentuan untuk melaksanakan pantang juga demikian.
3. Doa; dilakukan oleh pemimpin upacara dan para pelaksana upacara
4. Propesi atau berpawai; menari tarian suci; menyanyi nyanyian suci;
5. Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan do’a; acara ini berlangsung setelah upacara ritual selesai dilaksanakan
UPACARA TIWAH
Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke sandung yang sudah dibuat. Sandung adalah tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacar Tiwah bagi suku Dayak sangatlah sakral, Pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang mati tersebut diantarkan dan diletakan di tempatnya (Sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain, Sampai akhrinya tulang-tulang itu diletakan pada temapatnya (sandung).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar